kimia darah bilirubin
BILIRUBIN
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Hati
merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh yang
meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi.
Dari sudut pandang anatomi dan fisiologi, hati adalah organ terbesar dari
sistem intestinal dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih 25% berat
badan orang dewasa yang menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan
merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas
atas hati berada sejajar dengan ruang interkostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga IX kiri.
Permukaan
posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm
dari sistem porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang
mengandung arteri hepatica, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta
terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu. Permukaan anterior yang
cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum falsiform
yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri.
Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan
kadang-kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut
sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena kava inferior dan
ligamentum venosum pada permukaan posterior. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan
fungsi yang berbeda. Pada dasarnya, garis Cantlie yang terdapat mulai dari vena
kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus fungsional, dan
dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relatif sedikit, kadang-kadang
dijadikan batas reseksi.
Hepar
dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan
elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym
hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris. Massa dari
hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/
plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut
sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian
tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari
sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya
mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain
.Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan
sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam
lobuli-lobuli Di tengah-tengah lobuli tdp 1 vena sentralis yg merupakan cabang
dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar).
bagian
tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut
traktus portalis/ TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang
v.porta, A.hepatika, ductus biliaris.Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan
mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara
sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan
mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih
besar , air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.
Hati
merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah.Ada beberapa fungsi hati
yaitu :
1. Fungsi hati sebagai
metabolisme karbohidrat
Pembentukan,
perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.
Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi
glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam
hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan
glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati
merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa
melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan
pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari
nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon
(3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati
tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak.
Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
a) Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
b)
Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah
menjadi asam lemak dan gliserol)
c)
Pembentukan cholesterol
d) Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati
merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.
Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati
mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses
transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati
merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan
organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂
- globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum
tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam
amino dengan BM 66.000
4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati
merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,
X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor
ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor
intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor
XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa
faktor koagulasi
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua
vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
6. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati
adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses
oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam
bahan seperti zat racun, obat over dosis.
7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel
kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin
sebagai imun livers mechanism.
8. Fungsi hemodinamik
Hati
menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25%
dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke
hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran
ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan
organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
Faal
Hati merupakan pusat berbagai proses metabolisme, hal ini dimungkinkan sebab
hati menerima darah baik dari sirkulasi system dan juga dari system porta.
Jaringan
hati tersusun dari sel parenkim (60%), sel system fagosotik monosit-makrofag
(lebih dikenal sebagai Reticulo-Endothelial Sytem, RES) yaitu sel-sel
kupffer (30%), dan sisanya adalah jaringan vaskuler, saluran empedu dan
jaringan penunjang. Sel-sel hati berderet radialis dipisahkan oleh sinusoid
dengan sel-sel kupfer pada dindingnya.
B. Katabolisme Heme
Katabolisme
heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel
oleh sistem enzym yang kompleks yaitu heme oksigenase yang merupakan enzym dari
keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus heme ialah pemutusan
jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol linier.
Besi
mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi ini
memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat
digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan
metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi
oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil
menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen
berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk
reaksi degradasi ini.
Dalam
setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin. Pada orang
dewasa dibentuk sekitar 250–350 mg bilirubin per hari, yang dapat berasal dari
pemecahan hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan
hemprotein lainnya.
Bilirubin
dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit larut dalam plasma dan
air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut oleh albumin ke hepar.
Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat
pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga
mudah lepas dan berdiffusi ke jaringanBilirubin I (indirek) bersifat lebih
sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Pada reptil, amfibi dan
unggas hasil akhir metabolisme heme ialah biliverdin dan bukan bilirubin
seperti pada mamalia. Keuntungannya adalah ternyata bilirubin merupakan suatu
anti oksidan yang sangat efektif, sedangkan biliverdin tidak. Efektivitas
bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali dibandingkan asam
askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut dalam air. Lebih
bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat dalam membran,
bersaing dengan vitamin E.
Di
hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada albumin diambil pada permukaan
sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem
transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi
penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan
dilewati bilirubin berikutnyaBilirubin nonpolar (I/indirek) akan menetap dalam
sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II/direk). Hepatosit akan
mengubah bilirubin menjadi bentuk larut (II/direk) yang dapat diekskresikan
dengan mudah ke dalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut
melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin,
dikatalisis oleh enzym bilirubin glukoronosiltransferase.
Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang
terdapat terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung
dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap
pertama akan membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang
kemudian dikonversi menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap
kedua.
Eksresi
bilirubin larut ke dalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan
mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan
fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu
berada dalam bentuk terkonjugasi (bilirubin II).
C. Bilirubin
Bilirubin
adalah pigmen kuning yang berasal dari perombakan heme dari hemoglobin dalam
proses pemecahan eritrosit oleh sel retikuloendotel. Di samping itu sekitar 20%
bilirubin berasal dari perombakan zat-zat lain. Sel retikuloendotel membuat
bilirubin tidak larut dalam air, bilirubin yang disekresikan dalam darah harus
diikatkan albumin untuk diangkut dalam plasma menuju hati.
Di dalam
hati, hepatosit melepaskan ikatan dan mengkonjugasinya dengan asam glukoronat
sehingga bersifat larut air, sehingga disebut bilirubin direk atau
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga
dalam bentuk bilirubin terkonjugasi. Proses konjugasi melibatkan enzim
glukoroniltransferase, selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam
bentuk monoglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat.
terkonjugasi dikeluarkan melalui proses energi kedalam sistem bilier.
Bilirubin
berikatan dengan albumin sehingga zat ini dapat diangkut ke seluruh tubuh.
Dalam bentuk ini, spesies molekular disebut bilirubin tak terkonjujgasi.
Sewaktu zat ini beredar melalui hati, hepatosit melakukan fungsi sebagai
berikut :
1. Penyerapan bilirubin dan sirkulasi
2. Konjugasi enzimatik sebagai bilirubin
glukuronida
3. Pengangkutan dan ekskresi bilirubin
terkonjugasi ke dalam empedu untuk dikeluarkan dari tubuh
Konjugasi
intrasel asam glukoronat ke dua tempat di molekul bilirubin menyebabkan
bilirubin bermuatan negatif, sehingga bilirubin terkonjugasi ini larut dalam
fase air. Apabila terjadi obstruksi atau kegagalan lain untuk mengekskresikan
bilirubin terkonjugasi ini zat ini akan masuk kembali ke dan tertimbun dalam sirkulasi.
Selain
bilirubin masuk ke dalam usus, bakteri kolon mengubah bilirubin menjadi
urobilinogen yaitu beberapa senyawa tidak berwarna yang kemudian mengalami
oksidasi menjadi pigmen coklat urobilin. Urobilin
diekskresikan dalam feses tetapi sebagian urobilinogen direabsorpsi melalui
usus, dan melalui sirkulasi portal diserap oleh hati dan direekskresikan dalam
empedu. Karena larut air, urobilinogen juga dapat keluar melalui urin apabila
mencapai ginjal.
Pembentukan bilirubin
Dalam
keadaan fisiologis, masa hidup eritrosit manusia sekitar 120 hari, eritrosit
mengalami lisis 1-2×108 setiap jamnya pada seorang dewasa dengan berat badan 70
kg, dimana diperhitungkan hemoglobin yang turut lisis sekitar 6 gr per hari.
Sel-sel eritrosit tua dikeluarkan dari sirkulasi dan dihancurkan oleh limpa.
Apoprotein dari hemoglobin dihidrolisis menjadi komponen asam-asam aminonya.
Katabolisme heme dari semua hemeprotein terjadi dalam fraksi mikrosom sel
retikuloendotel oleh sistem enzim yang kompleks yaitu heme oksigenase yang
merupakan enzim dari keluarga besar sitokrom P450. Langkah awal pemecahan gugus
heme ialah pemutusan jembatan α metena membentuk biliverdin, suatu tetrapirol
linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi-reaksi
ini memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat
digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dari atom karbon jembatan
metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen berwarna hijau akan direduksi
oleh biliverdin reduktase yang menggunakan NADPH sehingga rantai metenil
menjadi rantai metilen antara cincin pirol III – IV dan membentuk pigmen
berwarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar merupakan petunjuk
reaksi degradasi ini.
Bilirubin
bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan biliverdin. Dalam
setiap 1 gr hemoglobin yang lisis akan membentuk 35 mg bilirubin dan tiap hari
dibentuk sekitar 250–350 mg pada seorang dewasa, berasal dari pemecahan
hemoglobin, proses erytropoetik yang tidak efekif dan pemecahan hemprotein
lainnya. Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah bentuk yang sedikit
larut dalam plasma dan air. Bilirubin ini akan diikat nonkovalen dan diangkut
oleh albumin ke hepar. Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin
yang dapat diikat kuat pada albumin. Bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya
terikat longgar hingga mudah lepas dan berdifusi ke jaringan. Bilirubin yang
sampai dihati akan dilepas dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid
hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem transport
difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi penggambilan
bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan dilewati bilirubin
berikutnya. Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi
bentuk larut. Hepatosit akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat
diekskresikan dengan mudah kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut
melibatkan asam glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis
oleh enzim bilirubin glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua
isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada retikulum
endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam
glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin
monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi
bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.
Metabolisme Bilirubin
Hati
merupakan organ terbesar, terletak di kuadran kanan atas rongga abdomen. Hati
melakukan banyak fungsi penting dan berbeda-beda dan trgantung pada sistem
darahnya yang unik dan sel-selnya yang sangat khusus. Hati tertutupi
kapsul fibroelastik berupa kapsul glisson. Kapsul glisson berisi pembuluh
darah, pembuluh limfe, dan saraf. Hati terbagi menjadi lobus kanan dan lobus
kiri. Tiap lobus tersusun atas unit-unit kecil yang disebut lobulus. Lobulus
terdiri sel-sel hati, disebut hepatosit yang menyatu dalam lempeng. Hepatosit
dan jaringan hati mudah mengalami regenerasi.
Hati
menerima darah dari 2 sumber, yaitu arteri hepatika (banyak mengandung oksigen)
yang mengalirkan darah ±500 ml/mnt dan vena porta (kurang kandungan oksigen
tapi kaya zat gizi, dan mungkin berisi zat toksik dan bakteri) yang menerima
darah dari lambung, usus, pankreas dan limpa; mengalirkan darah ±1000 ml/mnt.
Kedua sumber tersebut mengalir ke kapiler hati yang disebut sinusoid lalu
diteruskan ke vena sentralis ditiap lobulus. Dan dari semua lobulus ke vena
hepatika berlanjut ke vena kava inferior. Tekanan darah di sistem porta
hepatika sangat rendah, ±3 mmHg dan di vena kava hampir 0 mmHg. Karena tidak
ada resistensi aliran melalui vena porta dan vena kava sehingga darah mudah
masuk dan keluar hati. Hati menjalankan berbagai macam fungsi terutama
metabolisme, baik anabolisme atau katabolisme molekul-molekul makanan dasar
(gula, asam lemak, asam amino) dilakukan oleh sel-sel hati.
Bilirubin
merupakan suatu senyawa tetrapirol yang dapat larut dalam lemak maupun air yang
berasal dari pemecahan enzimatik gugus heme dari berbagai heme protein seluruh
tubuh. Sebagian besar ( kira- kira 80 % ) terbentuk dari proses katabolik
hemoglobin, dalam proses penghancuran eritrosit oleh RES di limpa, dan sumsum
tulang. Disamping itu sekitar 20 % dari bilirubin berasal dari sumber lain
yaitu non heme porfirin, prekusor pirol dan lisis eritrosit muda. Dalam keadaan
fisiologis pada manusia dewasa, eritrosit dihancurkan setiap jam. Dengan
demikian bila hemoglobin dihancurkan dalam tubuh, bagian protein globin dapat
dipakai kembali baik sebagai protein globin maupun dalam bentuk asam- asam
aminonya.
Metabolisme
bilirubin diawali dengan reaksi proses pemecahan heme oleh enzim hemoksigenase
yang mengubah biliverdin menjadi bilirubin oleh enzim bilirubin reduksitase.
Sel retikuloendotel membuat bilirubin tak larut air, bilirubin yang sekresikan
ke dalam darah diikat albumin untuk diangkut dalam plasma. Hepatosit adalah sel
yang dapat melepaskan ikatan, dan mengkonjugasikannya dengan asam glukoronat
menjadi bersifat larut dalam air. Bilirubin yang larut dalam air masuk ke dalam
saluran empedu dan diekskresikan ke dalam usus . Didalam usus oleh flora usus
bilirubin diubah menjadi urobilinogen yang tak berwarna dan larut air,
urobilinogen mudah dioksidasi menjadi urobilirubin yang berwarna. Sebagian
terbesar dari urobilinogen keluar tubuh bersama tinja, tetapi sebagian kecil
diserap kembali oleh darah vena porta dikembalikan ke hati. Urobilinogen yang
demikian mengalami daur ulang, keluar lagi melalui empedu. Ada sebagian kecil
yang masuk dalam sirkulasi sistemik, kemudian urobilinogen masuk ke ginjal dan
diekskresi bersama urin.
Metabolisme Bilirubin di Hati
Metabolisme bilirubin
dalam hati dibagi menjadi 3 proses:
1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati
2.
Konjugasi
bilirubin
3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu
Macam dan sifat bilirubin
a. Bilirubin terkonjugasi /direk
Bilirubin
terkonjugasi /direk adalah bilirubin bebas yang bersifat larut dalam air
sehingga dalam pemeriksaan mudah bereaksi. Bilirubin terkonjugasi (bilirubin
glukoronida atau hepatobilirubin ) masuk ke saluran empedu dan diekskresikan ke
usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya menjadi urobilinogen.
Bilirubin
terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk
azobilirubin. Peningkatan kadar bilirubin direk atau bilirubin terkonjugasi
dapat disebabkan oleh gangguan ekskresi bilirubin intrahepatik antara lain
Sindroma Dubin Johson dan Rotor, Recurrent (benign) intrahepatic cholestasis,
Nekrosis hepatoseluler, Obstruksi saluran empedu. Diagnosis tersebut diperkuat
dengan pemeriksaan urobilin dalam tinja dan urin dengan hasil negatif.
b. Bilirubin tak terkonjugasi/ indirek
Bilirubin
tak terkonjugasi (hematobilirubin) merupakan bilirubin bebas yang terikat
albumin, bilirubin yang sukar larut dalam air sehingga untuk memudahkan
bereaksi dalam pemeriksaan harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein
atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin
indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek mempunyai arti dalam diagnosis
penyakit bilirubinemia karena payah jantung akibat gangguan dari delivery
bilirubin ke dalam peredaran darah. Pada keadaan ini disertai dengan
tanda-tanda payah jantung, setelah payah jantung diatasi maka kadar bilirubin
akan normal kembali dan harus dibedakan dengan chardiac chirrhosis yang tidak
selalu disertai bilirubinemia.
Peningkatan
yang lain terjadi pada bilirubinemia akibat hemolisis atau eritropoesis yang
tidak sempurna, biasanya ditandai dari anemi hemolitik yaitu gambaran apusan
darah tepi yang abnormal,umur eritrosit yang pendek.
Pembentukan urobilin
Bilirubin
terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym
bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida
direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak
berwarna.7
Sejumlah
urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa ke
ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada
urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh
bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan. Pengambilan Bilirubin oleh Hati
Bilirubin
hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein, terutama albumin.
Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan bersaing dengan bilirubin
untuk mengadakan ikatan dengan albumin. Sehingga, dapat mempunyai pengaruh
klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan dari albumin dan diambil pada
permukaan sinusoid dari hepatosit melalui suatu sistem transport berfasilitas
(carrier-mediated saturable system) yang saturasinya sangat besar. Sehingga,
dalam keadaan patologis pun transport tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan
pada tahap ini bukan merupakan proses rate limiting.
Konjugasi Bilirubin
Dalam
hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar sehingga
lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2 molekul asam
glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil transferase dan
menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut terutama terletak dalam
retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-asam glukoronat sebagai donor
glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil transferase dapat diinduksi oleh sejumlah
obat misalnya fenobarbital.
Ekskresi bilirubin kedalam empedu
Bilirubin
yang sudah terkonjugasi akan disekresi kedalam empedu melalui mekanisme
pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate limiting enzyme
metabolisme bilirubin. Sekeresi bilirubin juga dapat diinduksi dengan
obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin. Sistem konjugasi dan
sekresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang terkoordinasi.
Metabolisme Bilirubin di Usus
Setelah
mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan dilepaskan
glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-glukoronidase). Dengan
bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah menjadi urobilinogen.
Urobilinogen
tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan diekskresikan kembali lewat
hati, mengalami siklus urobilinogen enterohepatik. Sebagian besar urobilinogen
dirubah oleh flora normal colon menjadi urobilin atau sterkobilin yang berwarna
kuning dan diekskresikan melalui feces. Warna feces yang berubah menjaadi lebih
gelap ketika dibiarkan udara disebabkan oksidasi urobilinogen yang tersisa
menjadi urobilin.
Metabolisme pigmen empedu
Eritrosit
pada akhir masa hidupnya (yang sudah terlalu rapuh dalam sirkulasi) membran
selnya pecah dan hemoglobin yang lepas difagositosis oleh RES. Hemoglobin
dipecah menjadi heme dan globin dan cincin heme dibuka untuk memberikan (1)
besi bebas yang ditranspor ke dalam darah oleh transferin, dan (2) rantai lurus
dari empat inti pirol, yaitu substrat yang akan dibentuk menjadi pigmen empedu.
Pertama pembentukan biliverdin berantai lurus. Biliverdin di konversikan ke
bilirubin dengan reduksi. Bilirubin
(bebas) yang bersirkulasi dalam plasma terikat albumin (karena bilirubin ini
larut lemak). Memasuki hati, albumin melepaskan ikatan dengan bilirubin, dan
memasuki hepatosit. Sekitar 80% Bilirubin dikonjugasi oleh asam glukuronat
melalui mekanisme yang melibatkan biilirubin-UDP glukuronosiltransferase
menjadi bilirubin terkonjugasi (larut air), 10% dikonjugasi dengan sulfat
membentuk bilirubin sulfat, dan 10% lainnya berikatan dengan zat lain. Hati
orang dewasa mempunyai kapasitas cadangan untuk mengkonjugasi dan mengekskresi
5-10 kali biilrubin normal (500 µmol/24 jam). Pada neonatus, enzim
ini belum aktif sepenuhnya, misal aktivitas glukuronosil transferase perlu
waktu ±3 minggu untuk berkembang, sehingga hati neonatus hampir tak mempunyai
kapasitas untuk mengekskresi beban bilirubin normalnya dan bisa meningkat saat
terjadi pemecahan eritrosit berlebih. Ikterus sebelum usia 24 jam adalah
abnormal, tapi hiperbilirubinemia moderat (80 µmol/L) dalam minggu pertama
mungkin tak patologis (ikterus fisiologis).
Ikterus
adalah pewarnaan jaringan tubuh menjadi kekuning-kuningan pada kulit dan
jaringan dalam. Penyebab umumnya karena sejumlah besar bilirubin masuk dalam
cairan ekstrasel, baik bilirubin bebas atau bilirubin terkonjugasi. Konsentrasi
bilirubin normal (baik bilirubin bebas dan terkonjugasi) ±0.5 mg/dL plasma.
Kulit mulai tampak kuning ketika konsentrasinya meningkat >3 kali dari
normal (>1.5 mg/dL)
Ekskresi Pigmen Empedu
Empedu
yang dihasilkan oleh hepatosit mengalir ke kanalikuli biliaris dan masuk ke
duktus biliaris hingga sampai ke usus. Dalam usus besar ia direduksi oleh kerja
bakteri menjadi berbagai pigmen termasuk urobilinogen yang mudah larut dan
akhirnya menjadi sterkobilinogen. Kemudian sterkobilinogen diekskresikan dalam
feses dan mengalami oksidasi dengan udara menjadi sterkobilin.
Di
usus besar, sebagian besar urobilinogen direabsorbsi mukosa usus kembali ke
dalam darah. Sebagian lagi di ekskresikan oleh hati ke usus, tapi ±5% oleh
ginjal lewat urin. Setelah terpapar udara, mengalami oksidasi menjadi urobilin.
D. Penyakit yang berhubungan dengan bilirubin
Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin darah melebihi 1
mg/dl. Pada konsentrasi lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan menyebabkan
gejala ikterik atau jaundice. Ikterik atau jaundice adalah keadaan dimana
jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat deposisi
bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah.
Hiperbilirubinemi Dikelompokkan dala Dua bentuk (5 :7)
Berdasarkan
penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang
berlebih dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin
kedalam darah karena adanya obstruksi bilier. Hiperbilirubinemia retensi dapat
terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati
mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg
bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari.
Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme
meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin
larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya pada kasus sickle
cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat
dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan
bilirubin tak larut didalam darah. Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam
darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterik
acholuria. Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin
tak larut terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis
cepat dalam proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga
oleh karena hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih
rendah.
Apabila
peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin mengikat kuat,
bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan
ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus. Beberapa kelainan
penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti Syndroma Crigler Najjar
I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil transferase tidak aktif,
diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang jarang, dimana didapati
konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II,
merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, karena kerusakan pada isoform
glukoronil transferase II, didapati bilirubin monoglukoronida terdapat dalam
getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan
penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan penurunan aktivitas enzym
konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan. Hiperbilirubinemia
regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi pada saluran
empedu, misalnya karena tumor, batu, proses peradangan dan sikatrik. Sumbatan
pada duktus hepatikus dan duktus koledokus akan menghalangi masuknya bilirubin
keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati menyebabkan refluks bilirubin
larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe.
Bentuknya
yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan disebut
sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran empedu
disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Bilirubin terkonjugasi dapat terikat
secara kovalen pada albumin dan membentuk θ bilirubin yang memiliki waktu paruh
(T1/2) yang panjang mengakibatkan gejala ikterik dapat berlangsung lebih lama
dan masih dijumpai pada masa pemulihan.
E. Metode Pemeriksaan Bilirubin Total
Dalam pemeriksaan
bilirubin total metode yang dipakai antara lain:
1. Metode Jendrasik- Grof
bilirubin direk + bilirubin indirek.(5:9)àPrinsip : Bilirubin
bereaksi dengan DSA ( diazotized sulphanilic acid) dan membentuk senyawa azo
yang berwarna merah. Daya serap warna dari senyawa ini dapat langsung dilakukan
terhadap sampel bilirubin pada panjang gelombang 546 nm. Bilirubin glukuronida
yang larut dalam air dapat langsung bereaksi dengan DSA, namun bilirubin yang
terdapat di albumin yaitu bilirubin terkonjugasi hanya dapat bereaksi jika ada
akselerator. Total bilirubin
2. Colorimetric Test - Dichloroaniline (DCA)
membentuk Azobilirubin dalam suasana asam
(Dialine Diagnostik ). (5:9)àPrinsip :Total bilirubin direaksikan dengan
dichloroanilin terdiazotisasi membentuk senyawa azo yang berwarna merah dalam
larutan asam, campuran khusus (detergen enables ) sangat sesuai untuk
menentukan bilirubin total. Reaksi : Bilirubin + ion diazonium
F. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stabilitas
Bilirubin Total
Dalam
suatu pemeriksaan bilirubin total, sampel akan selalu berbubungan langsung
dengan faktor luar. Hal ini erat sekali terhadap kestabilan kadar sampel yang
akan diperiksa, sehingga dalam pemeriksaan tersebut harus memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas kadar bilirubin total dalam serum
diantaranya yaitu
a. Sinar
Stabilitas
bilirubin dalam serum pada suhu kamar tidak stabil dan mudah terjadi kerusakan
terutama oleh sinar, baik sinar lampu ataupun sinar matahari. Serum atau plasma
heparin boleh digunakan, hindari sampel yang hemolisis dan sinar matahari
langsung. Sinar matahari langsung dapat menyebabkan penurunan kadar bilirubin
serum sampai 50% dalam satu jam, dan pengukuran bilirubin total hendaknya
dikerjakan dalam waktu dua hingga tiga jam setelah pengumpulan darah. Bila
dilakukan penyimpanan serum hendaknya disimpan di tempat yang gelap, dan tabung
atau botol yang berisi serum di bungkus dengan kertas hitam atau aluminium foil
untuk menjaga stabilitas serum dan disimpan pada suhu yang rendah atau lemari
pendingin.
b. Suhu Penyimpanan
Suhu
merupakan faktor luar yang selalu berhubungan langsung terhadap sampel, baik
saat penyimpanan maupun saat pemeriksaan. Pemeriksaan kadar bilirubin total
sebaiknya diperiksa segera, tapi dalam keaadaan tertentu pemeriksaan kadar
bilirubin total bisa dilakukan penyimpanan. Dengan penyimpanan yang benar
stabilitas serum masih stabil dalam waktu satu hari bila disimpan pada suhu 15
ºC-25ºC, empat hari pada suhu 2ºC-8ºC, dan tiga bulan pada penyimpanan -20ºC .
(DialineDiagnostik ). Lamanya sampel kontak dengan faktor-faktor di atas
berpengaruh terhadap kadar bilirubin didalam sampel sehingga perlu upaya
mengurangi pengaruh tersebut serta mengoptimalkan kadar bilirubin total di
dalam serum agar dapat bereaksi dengan zat pereaksi secara sempurna, sedangkan
reagen bilirubin total akan tetap stabil berada pada suhu 2-8ºC dalam keadaan
tertutup, terhindar dari kontaminan dan sinar. Dalam hal ini dapat dimungkinkan
bahwa penurunan kadar bilirubin dipengaruhi oleh kenaikan suhu dan pengaruh
sinar yang berintensitas tinggi .
c. Kesalahan-kasalahan Dalam Pemeriksaan Laboratorium
1. Kesalahan Kasar
Merupakan
kesalahan yang dapat timbul akibat kekeliruan pada penanganan sampel,
pipetasasi, reagensia, panjang gelombang dan lain lain. Hasil yang diukur
biasanya tidak sesuai yang diharapkan maka kesalahan yang demikian dapat segera
diketahui.
2. Kesalahan Acak
Pengukuran
suatu zat pada kondisi yang sama untuk beberapa kali pada suatu sampel, kita
mendapatkan hasil yang tidak sama, hasil-hasil yang didapat pasti berdeviasi
satu sama lain. Hasil nilai yang didapat pada kesalahan acak tidak dapat
dihindari tapi bisa diatasi dengan melakukan pemeriksaan yang cermat dan teliti
serta reagensia dan peralalatan yang baik.
3. Kesalahan Sistemik atau Sistematik
Biasanya
disebabkan oleh pipet yang kurang akurat, penyimpanan serum yang kurang baik,
suhu yang tidak sesuai waktu pemeriksaan, reagensia yang rusak dan photometer
yang tidak terkalibrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengukuran
kadar bilirubin serum merupakan prosedur yang relatif sederhana dilakukan di
laboratorium, dan sering digunakan sebagai indikator yang peka untuk fungsi
hati. Bilirubin terbagi atas dua komponen yaitu, bilirubin terkonjugasi (
bilirubin direk ) dan yang tak terkonjugasi (bilirubin indirek). Pada
praktikum, dilakukan pemeriksaan fungsi hati bilirubin total dan
direk yang masing – masingnya menggunakan sampel serum yang diperiksa
secara fotometrik menggunakan humalyzer dengan reagen kit ,
yaitu untuk pemeriksaan bilirubin total yang terdiri dari
larutan reagen bilirubin total dan reagen T-Nitrit sedangkan
pemeriksaan bilirubun direk dengan larutan reagen direk dan reagen D-Nitrit
sedangkan untuk pemeriksaan bilirubin indirek tidak dilakukan tetapi dihitung
sebagai perbedaan antara bilirubin total dan fraksi direk
Pemeriksaan Bilirubin Total
Pada
pemeriksaan bilirubin total dilakukan dengan pengambilan sampel
darah dengan teknik flebotomi Yang perlu diperhatikan pada saat
pengambilan darah untuk sampel Bilirubin total adalah menghindari terjadinya
hemolisis pada eritrosit,, lipemia atau pajanan sumber cahaya yang dapat
menurunkan konsentrasi bilirubin serum yang. kemudian dilakukan sentrifugasi
yang berguna untuk mengendapakan analit tertentu, menempatkan
partikel dan medium suspensinya dalam suatu medan gaya sentrifugasi. Medan
sentrifugasi menyebabkan partikel bermigrasi lebih cepat ke arah luar dari
sumbu rotasi sehingga terjadi pemisahan sedimen dan suspensinya yang
dilakukan selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm guna memperoleh
serum yang akan digunakan sebagai sampel pemeriksaan. sampel
tersebut diperiksa dengan melakukan penambahan reagen bilirubin
total sebanyak 1000 µI dan 1 tetes larutan T- Nitrit, fungsi
penambahan reagen ini adalah sebagai akselerator guna mempercepat reaksi dengan
membentuk zat warna azo. Kemudian reagen tersebut diinkubasi selama 5 menit
berguna untuk mempercepat reaksi dimana analit-analit pada sampel akan
berikatan dengan sampel sehingga terjadi reaksi yang sempurna.setelah itu
dilakukan penambahan sampel sebanyak 100 µI dan dilakukan inkubasi selama 15
menit setelah itu diperiksa terlebih dahulu blanko yang berguna sebagai standar
dimana hal ini digunakan sebagai pembanding. Lalu diperiksa secara fotometrik
pada humalyzer, dengan prinsip reaksinya yaitu terjadi dimana asam
sulphanilic direaksiakan dengan natrium nitrit menjadi diazotised
sulphanilic acid (DSA) yang akan bereaksi dengan bilirubin dan accelator
membentuk zat warna azo. sehingga hasil yang diperoleh pada
pameriksaan bilirubin total adalah 0,3 mg/dl Hasil yang diperoleh yaitu
normal karena berada pada range normal untuk orang dewasa yaitu 1,1
mg/dl yang dapat diinterpretasikan hasilnya tidak terjadi gangguan pada hati.
Faktor yang dapat
mempengaruhi temuan laboratorium :
a. Sampel hemolisis,
b. Pengaruh obat-obatan tertentu seperti
antibiotic, obat antipiretik seperti Paracetamol dan vitamin
c. Sampel yang diperiksa terlalu lama
dan tidak dibekukan.
Pemeriksaan bilirubin direct
Bilirubin
terkonjugasi (bilirubin glukoronida atau hepatobilirubin) masuk ke saluran
empedu dan diekskresikan ke usus. Selanjutnya flora usus akan mengubahnya
menjadi urobilinogen dan dibuang melalui feses serta sebagian kecil melalui
urin. Bilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang
terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering
dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.
Dalam
pemeriksaan bilirubin direk, dilakukan dengan pengambilan sampel
darah dengan teknik flebotomi Yang perlu diperhatikan pada saat
pengambilan darah untuk sampel Bilirubin direk adalah menghindari terjadinya
hemolisis pada eritrosit,, lipemia atau pajanan sumber cahaya yang dapat
menurunkan konsentrasi bilirubin serum yang. kemudian dilakukan sentrifugasi
yang berguna untuk mengendapakan analit tertentu, menempatkan
partikel dan medium suspensinya dalam suatu medan gaya sentrifugasi. Medan
sentrifugasi menyebabkan partikel bermigrasi lebih cepat ke arah luar dari
sumbu rotasi sehingga terjadi pemisahan sedimen dan suspensinya yang
dilakukan selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm guna memperoleh
serum yang akan digunakan sebagai sampel pemeriksaan.
sampel
tersebut diperiksa dengan melakukan penambahan reagen bilirubin
total sebanyak 1000 µI dan 1 tetes larutan D- Nitrit, fungsi
penambahan reagen ini adalah sebagai akselerator guna mempercepat reaksi dengan
membentuk zat warna azo. Kemudian reagen tersebut ditambahkan sampel sebanyak
100 µI dan dilakukan inkubasi selama 15 menit setelah itu diperiksa terlebih
dahulu blanko yang berguna sebagai standar dimana hal ini digunakan sebagai
pembanding. Lalu diperiksa secara fotometrik pada humalyzer, dengan prinsip reaksinya
yaitu terjadidimana asam sulphanilic direaksiakan dengan natrium nitrit menjadi
diazotised sulphanilic acid (DSA) yang akan bereaksi dengan
bilirubin dan akselerator berupa senyawa caffein yang berada didalam komposisi
reagen sehingga membentuk zat warna azo.
Dari
praktikum hasil yang diperoleh pada pemeriksaan bilirubin direk adalah0,3 mg/dl
Hasil yang diperoleh yaitu tidak normal dimana hasilnya tidak berada pada range
normal untuk orang dewasa yaitu 0,25 mg/dl yang dapat
diinterpretasikan hasilnya terjadi gangguan pada hati.sednagkan bilirubin
indirek tidak diukur secara langsung tetapi . bilirubin indirek
diperhitungkan dari selisih antara bilirubin total dan bilirubin direk hal ini
disebabkan karena bilirubin total melibatkan pelarutan bentuk tidak
terkonjugasi sebelum kuantifikasi kimiawi.dengan demikian hasil yang diperoleh
untuk bilirubin indirek adalah hasil kurang antara bilirubin total dan
bilirubin direk sehingga hasilnya adalah (0,3 mg/dl – 0,3 mg/dl) = 0
mg/dl sehinggadiinterpretasikan terjadi gangguan fungsi hati,dengan
melihat range nilai normal bilirubin indirect adlah 0.1-1.0 mg/dl. Adapun
hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan dan penurunan kadar bilirubin total
dan bilirubin direct adalah sebagai berikut:
a. PENINGKATAN KADAR
bilirubin direk dan total : menunjukkan adanya gangguan pada hati
(kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin
terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk
kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah. Sehingga masalah klinis yang
muncul pada bilirubin direk dan total adalah ikterik obstruktif
karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati,
mononucleosis infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Pengaruh
obat : antibiotik (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin,
linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis ( asam
para-aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretic (asetazolamid, asam
etakrinat), mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturate, narkotik
(kodein, morfin, meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa,
papaverin, prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
b. PENURUNAN KADAR :
anemia defisiensi besi.
Pengaruh obat : barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis
tinggi.
1. Hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan dan
penurunan kadar bilirubin indirect adalah sebagai berikut:
a)
PENINGKATAN KADAR : eritroblastosis
fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse, malaria, anemia pernisiosa,
septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis terdekompensasi,
hepatitis. Pengaruh obat : aspirin, rifampin, fenotiazin (lihat biliribin
total, direk)
b)
PENURUNAN KADAR :
pengaruh obat barbiturate, salisilat (aspirin), penisilin, kafein dalam dosis
tinggi.
2. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan
laboratorium :
a)
Makan malam yang
mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat mempengaruhi kadar bilirubin.
b)
Wortel dan ubi jalar
dapat meningkatkan kadar bilirubin.
c)
Hemolisis pada sampel
darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
d)
Sampel darah yang
terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan pigmen empedunya akan
menurun.
e)
Obat-obatan tertentu
dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin.
3. Faktor-faktor kesalahan yang dapat terjadi pada
saat praktikum
a)
Terjadi lisis pada
sampel dan Waktu inkubasi sampel tidak sesuai
b)
Volume sampel / reagen
(buffer dan substrat) tidak sebanding
c)
Cuvet yang digunakan
terkontaminasi dengan zat lain sehingga reaksi yang terjadi tidak sempurna
d) Sampel terkena cahaya, sehingga kadar
bilirubinnya menurun
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo, A.W. Dkk ; 2007 ; Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed.IV Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ; Jakarta
2. Baron . D. N ; 1981 ; kapita
selekta patologi klinik ; penerbit buku kedokteran (EGC) ;
Jakarta
3. Sacher A. Ronald dan Richard A.
McPherson ; 2004; tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium ;
penerbit buku Kedokteran (EGC) ; Jakarta
5. Helvi Mardiani; 2004; Metabolisme
HEME ;Digital Library;.Universitas Sumatera Utara ;
Medan pdF diakses tanggal 20 maret 2011
6. Riswanto ; 2009 Tes
kimia darah laboratorium kesehatan ; diakses tanggal
4 maret 2011
7. Dirjen POM ; 1979 ; Farmakope
Indonesia edisi III ;Departemen kesehatan RI ; Jakarta
Comments
Post a Comment